Rabu, 21 Maret 2012

KEY OF HEART (PART 1)

Main Casts:
Choi Siwon ‘Super Junior’
Park Ji Yeon ‘T-ara’

Other Casts:
Find by your self ^^

Author:
Leni Nur Anggraeni

Genre:
Romance, Sad (?)

Happy reading ^^


Author’s pov.

Di sebuah meja di dalam sebuah kafe yang letaknya paling pojok dan sangat dekat dengan jendela kafe yang dapat secara langsung melihat suasana luar kafe telah duduk seorang yeoja cantik yang sedang menatap kosong ke luar jendela kafe tersebut. Di luar kini sedang turun hujan cukup deras membuat tubuh sang yeoja menggigil ringan meskipun telah memakai mantel berwarna merah yang cukup tebal. Sejak tadi sepasang matanya hanya menatap kosong ke arah luar jendela kafe, tidak tahu apa yang sebenarnya dia perhatikan. Dari raut wajahnya nampak sebuah kesedihan dan kekecewaan. Beberapa kali dia menggesek- gesekkan  dan meniup- niup ke dua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin. Di atas mejanya sudah banyak sekali gelas kosong bekas mocachino coffee kesukaannya yang telah dia minum. Sepasang matanya terlihat berkaca- kaca membendung bulir- bulir kristal yang hendak keluar. Dia melipat ke dua tangannya di atas meja dan membenamkan kepala di atas ke dua tangannya.

“Oppa, kau sangat jahat padaku. Kenapa kau tidak menepati janjimu lagi, oppa??” Ucapnya parau disertai dengan isakan tangisan pelan.

Tanpa sang yeoja sadari ada seorang namja yang  memperhatikannya sejak awal sang yeoja tiba di kafe ini.

Sepasang mata namja itu tetap memperhatikan setiap gerak- gerik sang yeoja. Hatinya ingin sekali menghampiri sang yeoja, namun kakinya entah mengapa sulit untuk digerakkan. Dia mengepalkan ke dua tangannya. Dia berusaha untuk menggerakkan kakinya dan mengumpulkan keberanian untuk  menghampiri sang yeoja. Berulang- ulang kali dia mengeluarkan nafas berat. Di dalam pikirannya dia bergelut apakah dia harus menghampiri sang yeoja atau diam memperhatikannya dari jauh?? Setelah cukup lama ia berpikir akhirnya ia mencoba untuk menggerakan kakinya dan mulai melangkahkan kakinya menuju sang yeoja. Jantungnya berdegup cukup kencang. Perlahan demi perlahan dia mulai menghampiri sang yeoja.

“Kenapa akhir- akhir ini kau sangat terlihat kacau??” tanya sang namja berusaha bersikap santai saat sang namja baru saja duduk tepat di depan kursi yang diduduki sang yeoja dengan penengah sebuah meja yang telah dipenuhi gelas- gelas kosong bekas mochachino coffee yang telah diteguk habis sang yeoja.

Pertanyaan sang namja berhasil merubah posisi sang yeoja. Sang yeoja mulai mengangkat kepalanya dan memandang wajah sang namja.

“Sedang apa oppa disini??” tanya sang yeoja datar pada sang namja.
“Jawab dulu pertanyaanku, Ji Yeon-ahh!!!” perintah sang namja pada yeoja yang dia panggil dengan nama Ji Yeon.
“Aku sangat menyedihkan, oppa..” jawab Ji Yeon dan mulai meneteskan bulir- bulir kristal yang sempat tertahan.
“Hapus air matamu, Ji Yeon-ahh!!! Kau tak pantas menangisi namja sepertinya.”
“Apa aku salah terlalu mencintainya, oppa?? Hatiku sangat sakit, oppa.. Untuk apa dia sering mengucapkan jika dia sangat mencintaiku, tapi pada akhirnya justru dia yang mengakhirinya. Aku sangat membencinya. Aku benci pendusta sepertinya. Kenapa dia sangat tega mempermainkan aku, oppa???” Ji Yeon semakin terisak. Sang namja pun beranjak dari tempat duduk dan beralih duduk tepat disamping Ji Yeon.
“Siwon oppa, apa yang harus aku lakukan????” Ji Yeon semakin terisak. Dengan sigap Siwon mendekap tubuh mungil Ji Yeon ke dalam pelukannya.

Choi Siwon’s pov.

Sungguh aku tidak tega melihat yeoja yang selama aku sayangi dan cintai menangis hanya karena namja lain. Ku tarik tubuh Ji Yeon ke dalam dekapan pelukanku, Ji Yeon membenamkan kepalanya di dadaku. Jika tahu akan berakhir seperti ini, seharusnya sejak dulu aku mengungkapkan perasaanku pada Ji Yeon dan tidak memberi kesempatan pada namja lain menyakiti dan mempermainkan hati Ji Yeon seperti ini. Seiring dengan meredanya hujan di luar sana, kini isakan tangis Ji Yeon juga ikut mereda. Aku mencoba untuk melepaskan pelukanku terhadap Ji Yeon, ternyata Ji Yeon sudah tertidur. Mungkin dia sudah terlalu lelah menangis. Aku pun menggendong tubuh Ji Yeon untuk mengantarkannya pulang ke apartementnya.

Aku mengendarai mobil sportku dengan kecepatan standart menuju apartement Ji Yeon. Karena letak apartement Ji Yeon tidak terlalu jauh dari kafe, makan hanya dalam waktu sekitar 20 menit aku sudah sampai di gedung apartement milik Ji Yeon. Setelah aku memarkirkan mobil sportku, aku segera menggendong Ji Yeon menuju kamar apartementnya.

Aku dan Ji Yeon adalah sahabat sejak kecil. Hampir setiap hari aku mengunjungi Ji Yeon di apartementnya sehingga aku bisa hafal password agar pintu apartement Ji Yeon terbuka. Tidak buang- buang waktu setelah aku tiba di dalam apartement Ji Yeon, aku segera membaringkan tubuh Ji Yeon di atas tempat tidurnya .

Ku pandangi setiap lekuk wajah cantik Ji Yeon saat tertidur. Meskipun dia terlihat sedikit pucat, tapi tidak mengurangi kecantikannya. Ku belai pipi Ji Yeon yang putih halus, ku singkirkan poni Ji Yeon yang menutupi keningnya, ku kecup sekilas kening Ji Yeon.

“Ji Yeon-ahh, sampai kapan kau tidak melihatku??? Mungkin sampai kapanpun tidak akan pernah ada yang mengetahui tentang perasaanku yang sebenarnya terhadapmu, Ji Yeon-ahh. Kau pasti tidak akan pernah mengetahui betapa aku sangat mencintai dan menyayangimu meskipun melalui mimpi sekalipun. Kau tidak akan pernah mengetahui namja yang benar- benar mencintaimu.” bisikku pada Ji Yeon yang masih tertidur.

Aku sangat prihatin dengan keadaan Ji Yeon saat ini. Dia nampak sangat kacau. Ini adalah pertama kalinya aku melihat Ji Yeon seperti ini. Ji Yeon memang baru kali ini merasakan jatuh cinta pada seorang namja dan berpacaran dengannya. Dan aku sangat tahu Ji Yeon. Jika Ji Yeon sudah mencintai seseorang, dia akan mencintainya dengan tulus dan sepenuh hati. Aku memang bodoh, seharusnya aku yang lebih dulu menyatakan perasaan cintaku pada Ji Yeon dari pada namja bernama Cho Kyuhyun itu.

“Siwon oppa….” Ji Yeon memanggilku dengan suaranya yang sedikit parau.
“Ji Yeon-ya, kau sudah bangun??” punggung telapak tanganku mencoba untuk menyentuh kening Ji Yeon.
“Omoo… Ji Yeon-ahh, suhu tubuhmu sangat panas, kau demam.” Aku panik, lalu aku segera menuju dapur untuk menyiapkan kompres untuk menurunkan suhu tubuh Ji Yeon. Tidak lama kemudian aku sudah berada di kamar Ji Yeon dengan mangkuk yang berisi air hangat dan juga handuk basah yang akan aku gunakan untuk mengompres kening Ji Yeon. Aku juga mengambil obat penurun demam yang tersedia di kotak P3K yang tersedia di kamar Ji Yeon.
“Siwon oppa, gomawo..”
“Cheonmaneyeo, Ji Yeon-ahh. Aku harus mengambilkan air putih untukmu untuk minum obat. Aku akan segera kembali” aku bergegas menuju dapur.

Aku putuskan malam ini untuk menginap di apartement Ji Yeon. Aku sangat khawatir dengan kondisi Ji Yeon saat ini. Ji Yeon memang tinggal sendiri di apartement yang cukup luas ini dengan nuansa penuh dengan warna putih dengan aksen merah karena ke dua orang tua Ji Yeon dan juga oppanya tinggal di Jepang.

Ku lirik jam dinding yang ada di kamar Ji Yeon ternyata sudah menunjukkan pukul. 23.44 KST. Pantas saja ke dua mataku ini sudah sangat berat. Maka, aku putuskan untuk tidur di sofa yang ada di kamar Ji Yeon.

Perlahan ku buka ke dua mataku, setelah benar- benar terbuka sempurna ku lirik jam dinding di kamar Ji Yeon ternyata menunjukkan pukul. 05.00 KST, masih sangat pagi. Ku langkahkan kakiku mendekati ranjang Ji Yeon dan duduk di tepi ranjang. Wajahnya tetap terlihat cantik meskipun sedikit berminyak. Dia memang namja yang amat bodoh karena telah melepaskanmu. Aku yakin dia akan merasa sangat menyesal. Andai saja kau lebih peka terhadap perasaan orang yang selalu ada di sampingmu ini. Tidak bisakah kau melihatku??

Ku singkirkan poni yang menutupi keningnya, ku belai lembut pipi mulus putih susu milik Ji Yeon. Saking asyiknya menikmati wajah cantik Ji Yeon sehingga aku tak menyadari jika kini tangan Ji Yeon sudah menyentuh punggung telapak tanganku yang sejak tadi menelusuri setiap lekuk indah wajah Ji Yeon.

“Ehh… Kau sudah bangun??” tanyaku kikuk. Ke dua mata Ji Yeon secara perlahan terbuka dan mengerjap- ngerjapkan ke dua matanya. Inilah saat yang sangat aku sukai dimana aku bisa meliha sepasang mata indah dan cemerlang milik Ji Yeon. Sungguh membuatku tidak ingin untuk melewatkan satu detik pun untuk mengedipkan ke dua mataku.

“Oppa tadi malam tidak pulang??” tanya Ji Yeon dan berhasil menyadarkanku.
“N..ne.. Aku khawatir padamu.” Ji Yeon sedikit menyunggingkan senyuman yang menghiasi wajahnya, meskipun raut wajah sedihnya masih belum sepenuhnya musnah.
“Gomawo, oppa. Aku merasa sangat beruntung karena memiliki oppa.” jawab Ji Yeon dengan tersenyum amat manis.
“Ji Yeon-ahh, aku menumpang mandi, ne??”
“Sesuka hatimu saja oppa. Kan kau hampir setiap hari mengunjungiku di apartementku ini.” jawab Ji Yeon dengan senyuman masih menghiasi wajah cantiknya.

Park Ji Yeon’s pov.

Aku mulai beranjak dari tempat tidurku dan membuka hordeng jendela apartementku. Pagi ini terlihat sangat indah, di sini aku bisa langsung melihat terbitnya sang cakrawala. Sambil menunggu giliran mandi, aku menyiapkan coffee espresso kesukaan Siwon oppa dan juga waffle. Aku dan Siwon oppa memang sudah bersahabat sejak kecil. Aku dan Siwon oppa tumbuh bersama. Aku juga sudah menganggap Siwon oppa sebagai oppa kandungku. Tuhan menciptakan Siwon oppa dengan sebaik- baiknya bahkan Tuhan menciptakan Siwon oppa sebagai sosok seorang namja yang sempurna. Aku tahu tidak ada manusia yang sempurna, namun tetap saja Siwon oppa itu namja yang sempurna. Siwon oppa terlahir dari keluarga Protestan taat, makanya itu Siwon oppa amat religius. Dia itu cool dan gentlemen, banyak sekali yeoja yang mengejar- ngejarnya dan ingin menjadi yeojacingunya. Namun, sayangnya tidak satu pun dari mereka yang berhasil meluluhkan hatinya. Ku rasa sejak aku mengenalnya belum pernah satu kali pun dia memperkenalkanku pada seorang teman yeojanya.

Kini setelah aku selesai menyiapkan waffle dan coffee espresso, aku kembali ke kamarku dengan ke dua tanganku membawa nampan yang di atasnya sudah ku letakkan waffle dan coffe espresso yang telah aku siapkan untuk Siwon oppa, lalu ku letakkan di sebuah meja yang letaknya tidak jauh dari sofa. Kini aku duduk di sofa yang ada di kamarku dan menyandarkan punggungku ke sofa dengan pikiran menjelajah kembali ke masa lalu. Masa kanak- kanakku yang aku lewati bersama Siwon oppa. Aku selalu merasa nyaman saat berada di sampingya. Meskipun usiaku dan dia memiliki selisih cukup jauh, yaitu enam tahun, kami selalu berbagi cerita layaknya teman sebaya. Ada kalanya dia melindungi seperti seorang appa yang takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada puterinya. Sejauh ini dia selalu melindungi layaknya dia melindungi dongsaengnya sendiri. Tanpa ku sadari aku tersenyum membayangkan semua kenangan manis ketika aku kanak- kanak. Dan entah kenapa setiap berada di samping Siwon oppa setiap masalah yang aku hadapi sama sekali tidak menjadi beban pikiranku lagi.

“Yak!! Jangan katakan setelah kau putus dengan Cho Kyuhyun, kau jadi gila.” ucap seorang namja yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di tangan kanannya berhasil menyadarkanku dari semua bayangan masa kanak- kanakku.
“Yak!! Jangan bicara sembarangan!!” jawabku sinis. Aku segera beranjak dari sofa menuju kamar mandi.
“Hahha^^ Aku hanya bercanda, Ji Yeon-ahh..” teriak Siwon oppa setelah aku sudah berada dalam kamar mandi. Aku tidak menggubris ucapan Siwon oppa, aku segera membersihkan tubuhku.

Choi Siwon’s pov.

“Hahha^^ Aku hanya bercanda, Ji Yeon-ahh..” teriak Siwon oppa setelah aku sudah berada dalam kamar mandi. Sepertinya Ji Yeon  tidak menggubris ucapanku. Indra penciumanku, mencium aroma coffee espresso yang amat aku sukai. Tidak beberapa lama, ke dua mataku menangkan segelas coffee dan sepiring kecil entah makanan apa yang ada di piring itu di meja dekat sofa.

“Ini semua pasti Ji Yeon yang menyiapkan. Hahha^^.” Tanpa membuang waktu lebih lama, aku segera melahap habis beberapa potong waffle yang tersedia di atas piring kecil ini, kemudian ku teguk habis coffee espresso ini.

“Aku merasa seperti isterimu. Pagi- pagi sudah menyiapkan sarapan untukmu. Hhehhe^^” ucap Ji Yeon tiba- tiba sudah berada di sampingku. “Sejak kapan dia sudah selesai mandi??” batinku.
“Mwo?? Apa yang baru saja kau katakan??” tanyaku pura- pura tidak mendengar.
“Aku merasa seperti isterimu. Pagi- pagi sudah menyiapkan sarapan untukmu.” Jawab Ji Yeon dengan penuh penekanan pada setiap kata- katanya. “Andai saja iya. Aku pasti akan mejadi namja yang sangat bahagia di dunia ini.” batinku.
“Memangnya kau mau menjadi isteriku??” godaku, menyenggol lengannya dengan tatapan menyeringai.
“Anniya.. Aku tidak mau memiliki suami yang sudah tua. Hahha^^”
“Yak!!!” aku menjitak pelah kepala Ji Yeon.
“Appo…” ringis Ji Yeon, mengerucutkan bibir mungilnya.
“Hahahahha^^” aku tertawa penuh kemenangan.
“Sudahlah berhenti menertawaiku. Kenapa oppa sangat senang meledekku. Huhh?? Sangat menyebalkan!!!” “Yeoja ini benar- benar menggemaskan.” Batinku.
“Oppa, hari ini tidak berangkat ke kantor??”
“Hari ini kan hari Sabtu. Hmm…… aku ingin menghabiskan waktu bersamamu.. Hari Sabtu kau tidak ada kuliah kan??”
“Yak!! Tidak boleh begitu..”
“Aku ini anak pemilik perusahaan. Jadi, ini bukan masalah yang besar. Sudahlah biarkan aku menghiburmu untuk hari ini. Aku khawatir kau memutuskan untuk bunuh diri gara- gara putus cinta.”
“Yak!! Aku tidak berpikiran sempit seperti itu!!”
“Arraseo!!! Baiklah kajja kita pergi. Aku akan mengajakmu bermain basket.”

Aku dan Ji Yeon pun pergi menuju lapangan basket yang terletak tidak jauh dari gedung apartement Ji Yeon. Di sini aku sangat bahagia bisa melihatnya tertawa lepas. Setidaknya untuk sesaat dia melupakan namja brengsek itu.

“Aku lelah..” ucap Ji Yeon dan berjalan ke pinggir lapangan. Kemudian dia mengambil sebotol air mineral dan meneguknya sampai habis setengahnya. “Sangat hauskah??” batinku. Aku tersenyum geli. Aku pun menyusul Ji Yeon dan duduk di pinggir lapangan.
“Igeo..” Ji Yeon memberikanku sebotol air mineral. Karena aku juga sudah sangat haus maka langsung ku teguk air mineralnya.
“Gomawo oppa..” ucap Ji Yeon.
“Ne. Cheonmaneyeo, Ji Yeon-ahh..”
“Pertama kali jatuh cinta, pertama kali juga putus cinta.” Lirih Ji Yeon menatap lurus ke lapangan basket.
“Mungkin ini yang terbaik untukmu, Ji Yeon-ahh. Aku yakin Tuhan menyiapkan seorang namja yang lebih baik darinya. Yang akan mencintaimu secara tulus. Terkadang cinta memang menyakitkan. Cobalah untuk mulai membuka kembali hatimu untuk namja lain.” Ingin sekali aku mengungkapkan perasaanku padamu, Ji Yeon-ahh. Tapi, mengapa begitu sulit mengucapkan kata yang hanya sederhana dan hanya terdiri dari satu kata “SARANGHAE” Kenapa saat aku ingin mengucapkannya lidahku terasa kaku dan kelu???
“Jinjja??? Hmm…… kalau begitu aku ingin mendapatkan namja seperti oppa. Selalu membuatku merasa nyaman saat menghabiskan waktu bersama dan selalu membuatku tersenyum.” Ji Yeon tersenyum sangat manis padaku. Ku acak lembut rambut ikal bergelombang milik Ji Yeon. “Mungkinkah namja itu aku??? Mianhae Ji Yeon-ahh, sampai saat ini aku masih tidak bisa jujur tentang perasaanku padamu. Aku… aku…. terlalu takut menghadapi kenyataan jika kau tidak membalas perasaanku.” Batinku.


TO BE CONTINUED ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar